Pdt.Simon P. Amung,S.Th |
KALABAHI, BANGKIT – Syukuran ibadah Paskah
yang dihelat Pemuda GMIT ABAL tahun 2012 lain dari biasanya. Karena bertempat
di bibir pantai, maka iklim pantai sangat terasa. Apalagi seluruh peserta
bernaung di bawah pohon beringin. Rindang dahan pohon beringin semakin menambah
kesejukan karena sepoi-sepoi angin begitu rajin berhembus. Kondisi itu seakan
menyiratkan kalau alam turut merespon kehadiran seribu tujuh ratus pemuda dari
dua puluh tujuh jemaat di Klasis ABAL.
Dalam
suasana alam itu, Pdt Simon Petrus Amung S.Th tampak begitu bersemangat
menyampaikan Firman. Ribuan peserta pun demikian. Mereka kelihatan tenang
mendengar setiap Firman yang disampaikan Amung. Di antara ribuan peserta, hadir
juga Ketua Majelis Klasis Abal, Pdt Yakobus Pulamau, S. Th; Ketua Pemuda Klasis
ABAL, Yeri Luase; Bupati Alor Drs Simeon Th Pally dan Ketua DPRD Markus
Mallaka, SH. Semuanya memberikan perhatian penuh dalam perayaan Paskah 15 April
silam. Hampir lupa. Yang bertindak sebagai tuan rumah dalam perayaan kali ini
adalah jemaat Tiberias O’oylah, Kokar.
Sebuah
ilustrasi menarik dari Amung cukup menghentak peserta. “Sekiranya hand phone
(HP) telah ada pada zaman Yesus, apakah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan
Salome akan memilih menceritakan kejadian yang baru mereka alami melalui HP
terkait kubur Yesus yang telah kosong?” demikian ilustrasi itu. Ratusan peserta
nyaris hening.
Bagi
Amung, kalau pun HP telah ada pada zaman itu, ia percaya, tiga perempuan itu
tidak akan menggunakan HP untuk menyampaikan kabar itu kepada beberapa murid
Yesus yang lain. Tetapi mereka akan lari untuk menyampaikan apa yang telah
mereka saksikan sebagaimana telah digambarkan dalam Kita Suci. Itulah sikap
dalam merespon Paskah yang benar.
Amung
bertolak pada Efesus 2:14. Nats itu berbunyi: Karena Dialah damai sejahtera
kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok
pemisah, yaitu perseteruan. Amung mengaitkan juga dengan Markus 16:1–8. Dalam
penjabarannya, Amung mengatakan, Paskah itu membebaskan dan mempersatukan. Dan
kabar itu harus didengungkan.
Menurut
Amung, bila kita mengambil posisi tiga perempuan, kita akan kecewa ketika
mendapati kubur Yesus telah kosong. Perasaan itu juga dialami tiga perempuan
itu. Namun, ketika itu muncul malaikat untuk menginformasikan kalau Yesus telah
bangkit. Akibat dari itu, Maria Magdalane, Maria ibu Yakobus dan Salome menjadi
kuat secara psikologis. Kabar itu juga membuat mereka bersukacita.
Seperti
yang dikatakan Amung, Paskah membawa sukacita dalam bentuk konkrit yaitu
membebaskan dan mempersatukan. Disebut Paskah bilamana setiap orang Kristen
terus memberitakan kabar kebangkitan Yesus seperti yang telah diberitakan tiga
perempuan itu.
Ada
berbagai cara menyambut Paskah. Amung mengatakan, penduduk kota merayakan
Paskah dengan menggelar berbagai jenis perlombaan hingga kepada pembuatan
replika salib. Kendati begitu, ekspresi bentuk-bentuk perayaan itu acapkali
mengakibatkan konflik mulut hingga kepada fisik.
“Saya
tidak mengklaim bahwa itu salah. Tetapi yang salah adalah pemahaman iman kita
akan Paskah sendiri” tegas Amung.
Apabila
pemahaman tentang Paskah salah, maka tentu itu akan berdampak pada cara kita
menyampaikan kabar Paskah. Pastinya kita akan mendapat tantangan. Pemahaman
tentang Paskah semestinya dilandaskan pada Efesus 2:14. Ayat tersebut
menjabarkan, semua kita adalah keluarga Allah. Atas dasar pemahaman itu, tentu
berbagai gesekan fisik dapat dihindari. Dan pada akhirnya Paskah kemudian
membawa perubahan pada pola pikir dan perilaku umat.
Pada
kesempatan itu, ia menyesalkan sikap beberapa oknum yang terlibat langsung
sebagai peserta pawai Paskah beberapa waktu lalu. Ketika pawai berlangsung,
sesama peserta pawai dari denominasi lain mengalami kehausan. Sedangkan peserta
Paskah dari denominasi tertentu memiliki kelebihan air. Namun, denominasi yang
bergelimangan air sama sekali tidak mempedulikan denominasi yang kekurangan
air. Padahal, menurut Amung, semestinya Paskah membuat kita solider terhadap
sesama karena kita adalah satu keluarga Allah.
Pantauan
BANGKIT, Momentum Paskah yang dikemas dalam nuansa padang kali itu mendapat
respon positif dari berbagai pihak. Hal itu tampak pada kehadiran peserta
syukuran ibadah. Lebih dari seribu tuju ratus pemuda dari dua puluh tujuh jemaat
yang tersebar di Klasis ABAL. Selain itu, berbagai kreatifitas pun ditampilkan
seperti vocal group, paduan suara dan berbagai jenis tarian. Menariknya, group
kasidah dari Masjid Al’Iklhas Kokar turut mengambil bagian dalam momen Paskah
kali itu.
Bupati Dukung
Bupati Alor Drs Simeon Th Pally sangat tertarik dengan
iklim pantai yang muncul dalam ibadah itu. Suasana itu mengingatkan Pally
kepada kisah-kisah selama Yesus masih hidup di dunia. Pada waktu itu, Yesus
memberitakan keselamatan di semua tempat termasuk di tepi pantai.Yesus juga
bertemu tujuh orang yang kemudian menjadi murid-Nya di tepi danau Tiberias.
Pally
mencoba mengemukakan sejumlah makna Paskah. Pertama adalah penggenapan
penderitaan Yesus. Kedua, Yesus ingin menunjukan kepada dunia bahwa Ia hidup.
Ketiga adalah membebaskan manusia dari maut. Dan keempat adalah membebaskan
umat kristiani untuk menjadi saksi.
Keterlibatan group kasidah Masjid Al’Iklhas Kokar semakin
memunculkan iklim kebersamaan. Pally berpendapat, keunikan tersebut menjadi
bukti sikap toleransi antar umat beragama. Dibaluti rasa bangga, Pally akhirnya
mengemukakan pepatah leluhur “dari rahim seorang ibu Kristen lahirlah seorang
anak Islam.Dan dari rahim seorang ibu Islam melahirkan anak Kristen” Pepatah
ini memberikan sinyal bahwa kita adalah satu.
Di akhir dari itu, Pally berjanji akan memberikan bantuan sebesar Rp10 juta
kepada Pemuda Klasis ABAL. Untuk group kasidah, Pally akan memberikan bantuan
satu set alat musik kasidah. (b1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar